Sejarah Kabupaten Purworejo

 

SEJARAH KABUPATEN PURWOREJO

            Sejarah mencatat bahwa Prasasti Kayu Ara Hiwang yang ditemukan di Desa Boro Wetan (Kecamatan Banyuurip), jika dikonversikan dengan kalender Masehi adalah tanggal 5 Oktober 901. Prasasti ini ditemukan di bawah pohon Sono di dusun Boro Tengah, sekarang masuk wilayah Boro Wetan kecamatan Banyuurip dan sejak tahun 1890 disimpan di Museum Nasional Jakarta inventaris D 78. Lokasi temuan tersebut terletak di tepi sungai Bogowonto. Dalam prasasti ini tersebut di ungkapkan, bahwa pada tanggal 5 Oktober 901 masehi , telah diadakan upacara besar yang dihadiri berbagai pejabat dari berbagai daerah antara lain disebutkan nama-nama wilayah : Watu Tihang (Sala Thang), Gulak, Parangran Wadihadi, Padamuan (Prambanan), Mntyasih (Matesh Magelang), Mdang, Pupur, Taji (Taji Prambanan) Pekambingan, Kalungan (Kalongan, Loano). Peristiwa 5 Oktober 901 M tersebut akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1994 dalam sidang DPRD kabupaten Purworejo dipilih dan ditetapkan untuk Hari Jadi kabupaten Purworejo.

                Sejak jaman dahulu wilayah kabupaten Purworejo lebih dikenal sebagai wilayah tanah Bagelen. Kawasan yang sangat disegani oleh wilayah lain, karena dalam sejarah mencatat sejumlah tokoh. Misalnya dalam pengembangan agama Islam di Jawa tanah Selatan, tokoh Sunan Geseng dikenal sebagai Ulama besar yang meng-Islam-kan wilayah dari timur sungai Lukola dan pengaruhnya sampai ke Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang.

                Dalam pembentukan kerajaan Mataram Islam, para tokoh Bagelen adalah pasukan andalan dari Satuwijaya yang kemudian setelah bertahta bergelar Panembahan Senapati. Dalam sejarah tercatat bahwa tokoh Bagelen sangat berperan dalam berbagai operasi militer sehingga nama Bagelen sangat disegani.

                Dalam perang Diponegoro abad ke XIX, wilayah Tanah Bagelen juga menjadi ajang pertempuran karena pangeran Diponegoro mendapat dukungan luas dari masyarakat setempat. Pada Perang Diponegoro itu,  wilayah Bagelen dijadikan karesidenan dan masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda dengan ibu kotanya Kota Purworejo. Wilayah karesidenan Bagelen dibagi menjadi beberapa kadipaten, antara lain kadipaten Semawung (Kutoarjo) dan Kadipaten Purworejo dipimpin oleh Bupati Pertama raden Adipati Cokronegoro Pertama. Dalam perkembangannya, Kadipaten Semawung (Kutoarjo) kemudian digabung dengan Kadipaten Purworejo.

                Tahun 1936, Gubernur Jenderal Hindia Belanda merubah administrasi pemerintah di Kedu Selatan, Kabupaten Karanganyar dan Ambal digabungkan menjadi satu dengan Kebumen dan menjadi Kabupaten Kebumen. Sedangkan Kabupaten Kutoarjo juga digabungkan dengan Purworejo, ditambah sejumlah wilayah yang dahulu masuk administrasi Kabupaten Urut Sewu/Ledok menjadi Kabupaten Purworejo. Sedangkan Kabupaten Ledok menjadi Kabupaten Wonosobo.

                Dalam perkembangan sejarahnya Kabupaten Purworejo dikenal sebagai pelopor di bidang pendidikan dan dikenal sebagai wilayah yang menghasilkan tenaga kerja di bidang pendidikan dan dikenal sebagai wilayah yang menghasilkan tenaga kerja di bidang pendidikan, pertanian dan militer. Tokoh-tokoh yang muncul antara lain WR Supratman Komponis lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”. Jenderal Urip Sumoharjo, Jenderal A.Yani, Sarwo Edy Wibowo dan sebagainya.


                Buku asli sejarah tentang purworejo yang ditulis menggunakan aksara Jawa. Buku ini berisi lebih dari 360 halaman dan memuat tentang sejarah Purworejo. Kami berterima kasih kepada Head of City Archive and Athenaeum Library, Deventer, Netherland yang telah mengizinkan Kominfo Purworejo mempublikasikan buku ini untuk dimanfaatkan dengan baik bagi masyarakat. Klik link berikut ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang buku tersebut. https://dinkominfo.purworejokab.go.id/publikasi