Senioritas Bukan Berarti Bisa Bullying

Beberapa kasus bullying yang terjadi, membuat miris. Apalagi kasus bullying lebih sering menimpa anak-anak sekolah. Tentu diperlukan perhatian semua pihak untuk menghilangkan segala bentuk bullying. Termasuk budaya senioritas yang image nya selalu berada diposisi power, sehingga bisa bullying kepada juniornya. Senioritas bukan berarti bisa melakukan bullying, tetapi senior agar bisa menjadi pelindung.
Hal tersebut diungkapkan Ketua DWP Dra Erna Setyowati Said Romadhon pada kegiatan Talk Show yang membahas Stop Bullying, di Pendopo Kabupaten Purworejo Jum’at (18/3/22). Hadir penasehat DWP Fatimah Verena Prihastyari Agus Bastian SE, Ketua bidang pendidikan Drs Titik Mintarsih MPd, Ketua Panitia Ir Elly Pram Prasetyo, serta narasumber Dr Ika Endah Lestariningsih SPKJ MKes, dan Abdulah Sugito SPd MpdI. bullying merugikan korban dan pelaku sendiri.
Lebih lanjut Erna Said mengatakan, bullying sangat berdampak pada perkembangan mental dan fisik. Informasi dimedia sosial, efek dari bullying bermacam-macam. “Ada senioritas, ada senior yang membully junior sampai sakit dan bahkan sampai meninggal. Hal seperti ini yang kemudian berurusan dengan hukum. Saya berharap di Kabupaten Purworejo, tidak ada bullying atau senioritas, baik di lingkungan sekolah, taman bermain, atau di organisasi. Berdasar evaluasi di Kabupaten Purworejo sudah tidak ada bullying. Mudah-mudahan Kabupaten Purworejo bisa dicontoh oleh Kabupaten lain,” tandasnya.
Ika Endah Lestariningsih memaparkan, awal mula sebab bullying itu dari penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, juga sebab-sebab lain. Peran orang tua sangat penting agar anak tidak menjadi pembully. Antara lain dimulai dari mendengarkan anak, kebutuhan anak tercukupi, dan pola asuh yang baik. Maka anak dapat merasa di hargai, sehingga anak itu akan menjadi maju. “Ketika orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhan anak, orang tuanya punya personality yang kurang baik, pasti anak tidak jauh dari orang tuanya, karena anak cenderung meniru orang tua,” paparnya,
Dikatakan, anak yang sudah di kecewakan di rumah, maka si anak punya kerentanan bullying. Definisi bullying adalah ada situasi dimana ada penyalahgunaan kekuasaan, kekuatan yang dilakukan oleh personal atau kelompok yang dilakukan sekali saja ataupun terus. Bullying itu bisa dari berbagai cara mulai dari ferbal, fisik, emosional, ada juga siber bullying. Tanda-tanda bullying yakni emosi berubah, tidak mau keluar rumah, tidak mau sekolah, bahkan ada yang di kamar mandi pelampiasan dengan menggoreskan dengan benda tajam.
Abdulah Sugito mengatakan, penyebab awal dari bullying sebenarnya bukan dari masyarakat atau lingkungan, tapi dari keluarga. Karena anak itu lahir dalam keadaan fitrah, tergantung peran orang tua. “Tolong mulailah dari keluarga anak betul-betul diposisikan secara bener, tolong jangan besarkan anak dengan kebencian tapi dengan kasih sayang. Saya tekankan sesungguhnya kerusakan di bumi ini awalnya bukan karena otak, bukan karena fisik, tapi karena hati. Terkait senioritas harus dipahami bahwa yang senior harus menghargai junior, dan yang junior menghormati senior. Kalau semua bisa memahami, tentu tidak ada istilah senioritas,” tuturnya.
Sementara itu Elly Pram melaporkan, kegiatan talk show stop bullying diikuti 100 peserta terdiri unsur pelaksana, Forum Komunikasi Anak (Forkare) Kabupaten Purworejo. Kegiatan talk show Stop bullying ini bertujuan menigkatkan pengetahuan dalam mencegah dan mensiasati bullying. Juga meningkatkan pengetahuan perihal psikologi anak dan orang tua.